MarpuahPubiee
MUSYAWARAH  yang tergeser oleh VOTING

Pancasila merupakan ideologi dasar bagi bangsa Indonesia. Dalam pancasila terdapat 5 sila yang masing-masing sila memiliki makna dan maksud yang berbeda-beda yang menjadi dasar filsafat bangsa Indonesia yang harus diimplementasikan dalam pola kehidupan. Pada sila ke-4 yang berbunyi, “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”,  Musyawarah merupakan implementasi  dari sila tersebut yang dilambangkan dengan kepala Banteng. Lambang Banteng digunakan karena Banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah dimana orang-orang harus berkumpul untuk mendisuksikan sesuatu.
Musyawarah berasal dari kata “syawara” yaitu dari bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk, atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Jadi musyawarah adalah suatu upaya untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah keduniawian. *)
Musyawarah mufakat merupakan bagian dari demokrasi pancasila. Jadi pengambilan keputusan mayoritas (voting) bukanlah pencerminan dari demokrasi pancasila yang bangsa Indonesia anut. Jika dibandingkan diantara keduanya, maka musyawarah mufakat lebih tepat, karena lebih memungkinkan terciptanya “win-win solution” seperti yang diungkapkan oleh Presiden Indonesia Bpk. Susilo Bambang Yodhoyono dalam pidatonya pada peringatan hari konstitusi, yang mana keputusan hasil musyawarah mufakat pasti dapat diterima oleh semua pihak atau kalangan yang terkait. Sedangkan voting memungkinkan menciptakan benih perpecahan, jika pihak yang kalah tetap tidak merasa puas dengan hasil yang telah diputuskan.
Pada kenyataannya, Nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia, seperti musyawarah, gotong-royong (kebersamaan), toleransi, ramah-tamah, dan sebagainya mulai luntur dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu revitalisasi terhadap nilai-nilai pancasila perlu dilakukan agar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tetap sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia.
Kesalahan utama dari melunturnya nilai-nilai pancasila adalah karena tidak adanya komitment terhadap implementasi ajaran pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara telah diabaikan. **)
Demokrasi yang berkembang di Indonesia sekarang ini semakin menjauh dari musyawarah mufakat. Hal tersebut tercermin dalam setiap pegambilan keputusan, orang-orang lebih cenderung untuk langsung melakukan pengambilan keputusan mayoritas tanpa meninjau terlebih dahulu alasan dari tiap-tiap pihak atas pilihan mereka. Padahal jika dicermati dari setiap alasan yang dikemukakan tersebut bisa jadi memberikan pemikiran dan pemahaman yang lebih luas dan mendalam yang sebelumya belum diketahui dan membuka pemikiran-pemikiran yang baru dan berbeda pada masing-masing pihak yang kemudian dapat menjadi rumusan dalam pengambilan keputusan yang terbaik yang dapat diambil. Sudah sepantasnya keputusan bersama harus bisa diterima bersama dan dapat diimplemenasikan pada semua pihak terkait.
Mencermati kondisi tersebut, sudah seharusnya bangsa Indonesia baik pemerintah maupun masyarakatnya mulai membudayakan kembali musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi untuk pemerintah yang mana keputusan yang diambil adalah menyangkut hajat hidup bangsa, maka jangan sampai keputusan dari penyelesaian permasalahan hanya untuk mewujudkan keinginan atau kepentingan salah satu pihak/golongan saja. Untuk generasi muda penerus perjuangan bangsa, sudah menjadi tugas kita jangan sampai bangsa indonesia kehilangan jati dirinya dan menjadikan voting sebagai cara cepat dan mudah pengambilan keputusan menjadi suatu alasan melunturnya budaya musyawarah. Memang, voting bukanlah hal yang tabu dalam demokrasi, namun jika kita bisa mengupayakan musyawarah kenapa kita tidak mencobanya. Jika kita tetap menemukan kebuntuan dalam penyelesaian melalui musyawarah, barulah voting dijadikan alternatif lain. Namun, jangan lupakan inti pokok permasalahan dalam perumusan keputusan, harus tetap dibedakan mana yang bisa diputuskan dengan voting dan mana yang harus diputuskan melalui musyawarah mufakat.
Sebagai gambaran, kita bisa memulai membudayakan kembali musyawarah pada lingkup keluarga diri sendiri, kemudian mulai mengajak masyarakat sekitar dan pada akhirnya pada lingkup bangsa dan negara. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton yang hanya berdiam diri tergerus arus perkembangan zaman yang menginginkan segala sesuatunya serba cepat dan praktis.
Jika dibandingkan dengan voting, musyawarah menyita lebih banyak waktu dan mungkin akan sulit mencapai hasil ditengah masyarakat yang beraneka ragam pemikiran. Telebih lagi sebagian besar cenderug untuk mempertahankan ego masing-masing karena entah menganggap pendapatnya yang terbaik atau karena pendapat tersebut menguntungkan untuknya. Maka musyawarah mufakat hanya dapat dilakukan jika masing-masing pribadi bisa membuka diri menerima masukan-masukan yang ada dan memprioritaskan kepentingan bersama. Semakin banyak orang yang sadar dan mencoba maka bukan tidak mungkin di zaman modern ini kita bisa kembali membudayakan nilai-nilai luhur bangsa yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila termasuk musyawarah salah satu didalamnya.
0 Responses

Post a Comment